Jika Calon Suami Kerja di Bank
Pertanyaan:
Ada seorang wanita yang dilamar seorang pegawai bank. Apa yang harus dia lakukan. Sementara pihak orang tua si wanita sangat setuju dan berharap putrinya bersedia untuk menerimanya. Dengan pertimbangan kesejahteraan hidup.
Dilihat dari kepribadiannya, dia lelaki yang baik, tangung jawab, dewasa, bukan tipe emosional, dan royal.
Terima kasih
Dari: Nuw
Jawaban:
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du,
Hidup serba kecukupan adalah dambaan setiap wanita. Dengan segala fasilitas yang lengkap, memudahkan dirinya untuk melakukan berbagai aktivitasnya. Terlebih sang suami adalah sosok yang bertanggung jawab, baik hati, tidak tempramental, dan royal kepada keluarga. Bak seorang permaisuri di istana keluarga yang mendampingi sang raja.
Namun perlu diingat, semua itu hanya standar dunia. Standar yang hanya kembali pada kebahagiaan lahiriyah, yang tentu saja itu bukan segala-galanya. Karena kita tetap harus mempertimbangkan standar yang utama, yaitu standar syariah.
Sejatinya, semua informasi yang Anda sampaikan, sudah menunjukkan tipe lelaki ideal, selain satu batu besar yang mengganjal, dan menurunkan derajatnya, dia seorang pegawai bank. Ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan untuk menerima calon suami dengan status pegawai bank.
Pertama, pegawai bank adalah pemakan riba
Bisa dikatakan 99% pengahasilan bank adalah riba. Dengan toleransi 1% sebagai asumsi penghasilan dari biaya administrasi nasabah. Sehingga Anda bisa memastikan, gaji yang diterima pegawai bank, sejatinya adalah uang riba. Dengan demikian, seorang pagwai bank bisa dipastikan semua harta yang dia miliki adalah harta riba. Dia makan minum dari riba, dia kenyang dengan riba, tidur nyenyak karena riba, dia berpakaian dengan riba, dan dia hidup dengan bergumul riba. Dan tidak lupa ada toleransi 1% yang bukan riba.
Bisa Anda bayangkan, akumulasi dosa riba yang dia kantongi. Tidakkah dia sadar, Allah menantang perang dengan pemakan riba, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba, jika kalian beriman. Jika kalian tidak melaksanakannya maka umumkanlah untuk berperang dengan Allah dan Rasul-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 278 – 279)
Tidakkah dia sadar bahwa dosa riba lebih kejam dibanding zina? Dari Ibn Handzalah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
درهم ربا يأكله الرجل وهو يعلم أشدُّ من ستٍّ وثلاثين زنية
“Satu dirham riba itu lebih berat dari pada 36 wanita pelacur.” (HR. Ahmad dan dishahihkan Syu’aib al-Arnauth)
Tidakkah dia sadar, pintu riba yang paling ringan sama dengan memperkosa ibunya? Dari Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الربا ثلاثة وسبعون باباً أيسرها مثل أن ينكح الرجل أمه
“Riba ada 73 pintu, yang paling ringan seperti orang yang berzina dengan ibunya.” (HR. Hakim dan disahihkan ad-Dzahabi dan Syua’ib al-Arnauth)
Bukankah mereka termasuk manusia yang dilaknat? Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:
لعن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: آكل الربا، وموكله، وكاتبه، وشاهديه”، وقال: “هم سواء”
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, yang mencatat, dan dua saksi” (HR. Muslim).
Lantas apa yang bisa dibanggakan dengan lelaki model seperti ini?
Kedua, menikah dengan orang fasik
Seorang pegawai bank dengan berbagai pelanggaran di atas, merupakan pelaku dosa besar. Rutinitas dia makan harta riba sudah cukup menjadi alasan mendasar untuk itu. Dengan kata lain, sejatinya seorang pegawai bank adalah orang fasik. Dia pelaku dosa besar dan bahkan itu menjadi bagian penting hidupnya.
Dengan demikian, menikah dengan pagawai bank sama dengan menikah dengan orang fasik. Para ulama melarang wanita yang baik, ataupun walinya, menerima lamaran lelaki yang fasik. Karena pernikahan semacam ini tidak sekufu (sepadan) dalam agama.
Ibnu Rusyd mengatakan,
ولم يختلف المذهب – المالكية – أن البكر إذا زوجها الاب من شارب الخمر، وبالجملة من فاسق، أن لها أن تمنع نفسها من النكاح، وينظر الحاكم في ذلك، فيفرق بينهما، وكذلك إذا زوجها ممن ماله حرام، أو ممن هو كثير الحلف بالطلاق
Ulama madzhab Malikiyah tidak berselisih pendapat bahwa seorang gadis yang dinikahkan ayahnya denagn lelaki peminum khamr atau lelaki fasik secara umum, dia berhak untuk menolak lamaran nikah, sementara hakim menimbang masalah dan memisahkan keduanya. Demikian pula jika dia dinikahkan dengan orang yang hartanya haram atau lelaki yang suka mengancam talak (Bidayatul Mujtahid, Hal. 404).
Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang seorang wanita yang menerima lamaran dari lelaki peminum khamr, bolehkah walinya menolak lamarannya?
إذا رضيت البنت شخصاً ليس بكفءٍ في دينه، فإنه يجب على ولي أمرها أن يمنعها منه ولا يجوز أن يوافقها؛ لأنه ولي يجب عليه فعل الأصلح وهذا من الحكمة في أن النكاح لا يصح إلا بولي ، لئلا تختار البنت من ليس بكفءٍ لها في دينه ولكنه خدعها حتى وافقت عليه
Jika ada seorang wanita yang bersedia menikah dengan lelaki yang tidak sekufu dalam agama, maka wajib bagi walinya untuk menolaknya, dan tidak boleh merestuinya. Karena wajib bagi wali untuk melakukan yang terbaik. Inilah diantara hikmah bahwa nikah tidak boleh kecuali dengan restu wali. Agar sang anak tidak memilih lelaki yang tidak sekufu dengannya dalam masalah agama. Karena si wanita ditipu sehingga mau menikah dengan lelaki fasik itu (Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb).
Ketiga, sang istri dan keluarga makan harta haram
Bagian ini penting untuk anda renungkan. Konsekuensi menikah dengan pegawai bank, berarti siap untuk makan harta haram. Rela untuk berbahagia dengan riba, di atas penderitaan banyak orang.
Dari Ka’ab bin Ujrah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلَّا كَانَتْ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Tidak ada daging yang tumbuh dari as-suht, kecuali neraka lebih layak baginya.” (HR. Turmudzi 614 dan dishahihkan al-Albani).
Dalam riwayat dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ ، النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Tidak akan masuk surga, daging yang tumbuh dari as-suht, maka neraka lebih layak baginya.” (HR. Ahmad 14032 dengan sanad jayid sebagaimana keterangan al-Albani).
As-suht : semua harta haram, baik riba, suap, atau lainnya.
Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk bersabar di atas jalan kebenaran.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www. KonsultasiSyariah.com)
🔍 Berzina Sebelum Menikah, Pamer Dalam Islam, Pengertian Dosa Besar Dalam Islam, Bolehkah Ibu Menyusui Puasa Senin Kamis, Tata Cara Shalat Sunat Taubat, Bacaan Doa Nurbuat Yang Benar